Aku dan Thesis Defense
26 Agustus 2021
“Kak,
kanpaai” seru Fai sambil mengangkat gelas berisi lemon tea miliknya.
Aku
yang dari beberapa detik lalu melamun, kaget, segera membalas.
“Kanpaaai”
“Yee
omedetoo!” seru Fai.
“Arigatoo!”
balasku
Aku
meminum lemon tea milikku. Tidak terlalu manis, dingin, segar. Rasanya lega.
“Ayo
kak dimakan karaagenya. Liat deh di packagingnya ada gambarnya, lucu! Ini
digambar sendiri lho kak satu-satu!”
Aku
yang daritadi tidak fokus jadi terseret oleh kata-katanya untuk melihat
packaging karaage halal yang sudah dibelikan Fai lewat ubereats untuk merayakan
selesainya sidang tesisku.
“AKK!
Lihat deh Fai, gambarnya couple!” kataku.
“loh
iyaaa”
Iya.
Gambar di packaging karaagenya memang lucu, digambar tangan, dan…couple.
Aku
membuka packaging karaage itu, dan rasanya sudah lama sekali sejak terakhir aku
makan karaage halal ini. Aku lihat penataan menunya masih sama.
Nasi dengan umeboshi di atasnya, cabbage salad, potato salad, tsukemono, dan
empat potong karaage dengan ukuran besar.
“Aku
masih kenyang kak, ini buat aku makan nanti malam aja. Kakak makan aja”
“Gapapa
ini? Aku makan ya bismillah, itadakimasu”
Aku
mengambil gigitan pertama karaage rasa chili mayo kesukaanku itu.
Enak.
“Dek, aku boleh nangis?”
Sambil
makan, kami ngobrol tentang banyak hal. Dan momen saat itu benar-benar
membuatku rileks, nyaman, tenang. Kami ngobrol sampai Maghrib, lalu sholat
berjamaah, lalu ngobrol lagi hingga pukul 8 malam. Setelah itu aku pamit pulang. Terima kasih, Fai.
“Iya
ya, aku udah lulus ya”
Melihat
ke masa lalu, sekitar lima tahun yang lalu, aku memiliki pengalaman buruk
ketika menjalani tahun-tahun terakhir S1. Penelitian yang tidak lancar, data
yang sedikit dan tidak layak, hingga jadwal sidang yang terlambat, memberikan
dampak yang parah terhadap kondisi badan dan kesehatan mental. Rasanya iri,
ketika teman-teman satu angkatan satu persatu mulai memposting foto untuk
merayakan selesainya sidang maupun ketika merayakan wisuda. Pada saat itu aku
belajar untuk menerima. Menerima bahwa setiap orang punya waktunya
masing-masing.
Ingatan
masa lalu ini terputar seperti film. Perjalanan dari sidang dan wisuda yang terlambat,
mencari informasi beasiswa dan universitas untuk S2 dari nol, tes TOEFL, hingga
bisa berangkat ke Jepang, tampak jelas seperti sedang mengalaminya secara
langsung.
Hingga
ketika bertemu dengan teman baru satu angkatan di lab yang sangat cocok dan
baik, aku menyadari, bahwa memang semua sudah sesuai dengan waktunya.
Setidaknya untuk yang aku alami. Aku lulus terlambat, tapi ketika datang ke lab
dan bertemu dengan teman satu angkatan M1 saat itu, aku seketika sembuh. Aku
sudah sepenuhnya menerima, dan bertekad untuk melakukan yang terbaik.
These
two years are the best two years of my life so far.
Walaupun
capek karena banyak kelas yang harus diikuti, eksperimen, conferences, paper
yang harus ditulis, dll, aku bahagia.
Dan
perjalanan kuliah selama dua tahun di Jepang ini sangat berbeda dengan ketika
kuliah di Indonesia, terutama ketika menjalani sidang. Misalkan ketika
membandingkan tahun keempat S1 di lab ku (mungkin sebagian besar universitas di
jepang juga sama), dan tahun keempat S1 di Indonesia (aku Undip, kurang tahu
untuk universitas lain, tapi mungkin sebagian besar sama).
Di
sini, anak tahun keempat melakukan eksperimen yang sudah didesain oleh
Professor, yang akan selesai dikerjakan dalam satu tahun. Tanggal sidang anak
tahun keempat S1 di sini, sudah dijadwalkan sejak jauh-jauh hari, dan mereka
hampir dipastikan lulus tepat waktu. Ketika menjalani sidang, mereka melakukan
presentasi selama 7 menit, lalu tanya jawab 3 menit. Jumlah halaman slide untuk
dipresentasikan memang hanya sekitar 10 halaman, tapi jumlah slide untuk
persiapan tanya jawab mencapai 30 slide atau lebih. Professor sebagai supervisor
pun selalu ada di ruangannya dan mudah ditemui.
Sedangkan
di Indonesia, proposal untuk skripsi harus di acc dulu, kalau belum acc, belum
bisa lanjut penelitian. Penelitian yang dilakukan juga tidak bisa dipastikan
akan selesai dalam 1 tahun atau tidak. Bisa jadi, dilakukan lebih dari 1 tahun
pun belum selesai. Proses menulis skripsi juga sangat lama, proses bimbingan
bisa jadi banyak drama, hingga terjadi banyak teman-teman mahasiswa yang
lulusnya terlambat.
Untuk
sidang master, aku melakukan presentasi 12 menit dan tanya jawab 8 menit. Cuma
20 menit, padahal aku sidang S1 di Indonesia selama 2 jam. Waktu sidangku ketika
Master bahkan lebih cepat daripada waktu yang kuhabiskan buat makan sambil nonton
anime di Netflix.
Oiya,
untuk anak tahun keempat S1 di sini (anak B4), mereka memiliki pilihan untuk
lanjut Master atau bekerja. Untuk anak-anak yang akan lanjut Master, mereka harus
mengikuti ujian seleksi masuk di bulan Agustus. Jadi setelah lulus di bulan
Maret tahun depannya, mereka langsung bisa mulai studi Master dari bulan April.
Berbeda dengan di Indonesia, yang kebanyakan seleksi masuk S2 mensyaratkan
mahasiswa harus sudah lulus S1 dulu. Untuk anak yang memilih akan bekerja
setelah lulus S1, mereka harus melakukan job hunting di rentang waktu ketika
satu tahun terakhir saat B4, jadi ketika sudah lulus di bulan Maret, mereka bisa
langsung bekerja dari bulan April.
Begitu
pula untuk anak Master. Anak-anak Master yang akan bekerja setelah lulus, harus
mengikuti wawancara kerja / job hunting di bulan April ketika mereka mulai M2.
Jadi ketika lulus di bulan Maret tahun depannya, mereka bisa langsung bekerja
mulai bulan April.
Rasanya
aku jadi pengen merubah sistem final defense / sidang di universitas di
Indonesia… ga usah lama-lama gitu. Pengen juga bikin sistem biar pada bisa
lulus tepat waktu, biar ga ada yang lulus terlambat gitu…
Tidak
terasa aku sudah sampai di depan apato. Aku mendongak ke atas, menatap langit
malam yang cerah (halah), lalu berbisik kepada diri sendiri:
Selamat
atas kelulusanmu, Ma. You’ve made it!
Bonus
small talk ketika sidang.
Para
presenter (aku dan temanku -Mai- dari lab sebelah), dan teman-teman lab, sudah
masuk zoom meeting, tapi para professor belum masuk. Setelah itu, Prof T
(supervisorku), dan Prof K (lab lain) masuk.
Prof
T: Prof K, selamat siang.
Prof
K: Selamat siang Prof T.
Prof
T: Prof K, btw, ini nanti moderatornya siapa ya?
Prof
K: lho, iya ya siapa ya?
Ini
udah pukul 13:29, aku dijadwalkan presentasi pukul 13:30, dan para prof malah
nanyain siapa yang bakal jadi moderator. Percuma deg-degan seharian.
Prof
K: Prof O bukan sih moderatornya? Tapi beliau belum datang. Ah, beliau datang!
Prof O selamat siang, ini Prof O kan ya moderatornya?
Prof
O: lho, emang moderatornya saya ya?
Wkwkwkwkwkwkkwkkkk
sumpah pengen ngakak.
Prof
T: sudah sudah, saya aja sini moderatornya, mulai yaa, udah jam setengah dua
soalnya.
Iya,
akhirnya supervisor aku sendiri yang jadi moderatornya hahaha :D
Comments
Post a Comment