Hal yang Saya Sesalkan

4 Juli 2022

Ketika random melihat insta story teman-teman, salah satu teman saya membagikan postingan yang dipost oleh suatu akun, postingannya seperti ini:


Saya tidak tahu seberapa relate postingan ini terhadap keadaan orang lain, tetapi untuk saya, postingan ini relate sekali. Bukannya saya tidak bersyukur dengan diri saya di masa lalu yang terlalu rajin dan “academically gifted”, tetapi saya jadi tidak punya kesempatan untuk mencoba hal baru, mencoba hal lain yang tidak terkait dengan kegiatan sekolah atau akademik, dan saya menyesal. Saya mengikuti klub salah satu cabang olahraga, tetapi karena terlalu fokus pada satu cabang olahraga, pada akhirnya saya tidak terlalu bisa cabang olahraga lain, karena tidak pernah mencoba.

Karena terlalu percaya diri dengan kemampuan “akademik” diri sendiri, ketika gagal, saya langsung drop secara emosional, merasa kecewa dengan diri sendiri, dan membutuhkan waktu lama untuk bouncing back. Padahal, apabila saya punya pengalaman mencoba hal baru untuk memperluas pola pikir, ketika gagal pun, saya pasti setidaknya bisa tetap tenang, dan berpikir bahwa jalan untuk “sukses” itu ada banyak.

Saat menjadi mahasiswa S1 dan overtime ketika mengerjakan skripsi, saya depresi. Saya membandingkan hidup saya dengan orang lain, misal, si X itu dulu padahal lebih sering main daripada belajar ketika masih sekolah, tetapi dia sudah lulus lebih cepat, kerja di tempat yang bagus. Atau, ah itu si Y padahal dulu seenak sendiri ketika sekolah, tetapi diterima di sekolah tinggi kedinasan. Terus setelah itu jadi berburuk sangka, misal, jangan-jangan si Y bisa masuk sekolah kedinasan karena orangtuanya punya kuasa untuk memasukkan dia ke sekolah itu.

最低 memang saya waktu itu.

Hal yang saya sangat berterima kasih pada diri saya yang dulu adalah dia sangat pekerja keras. Setelah lulus S1, ibarat main game, perkembangan karakter diri mulai meningkat (tsaah), mulai tertata. Bahwa dunia tidak se-saklek itu. Bahwa di dunia, jurusan di kuliah itu tidak hanya pendidikan dokter (walaupun dari awal juga tidak berminat memilih). Bahwa yang paling penting adalah bagaimana memperlakukan diri sendiri, membuat dia bahagia.

Setelah tiba di Jepang untuk lanjut kuliah, saya mulai bertanya pada anak kecil yang masih ada dalam diri sendiri, apakah ada yang ingin dilakukan?

Lalu, saya mulai melakukan satu persatu hal yang ingin dilakukan. 

Saya mulai belajar ukulele ketika saya umur 27 tahun. Ukulele adalah alat musik pertama yang pernah saya beli sendiri. Sekarang sudah bisa memainkan beberapa lagu, walaupun masih belum bisa pola strumming yang susah.

Saya mulai ikut kelas membuat manga dan mulai belajar menggambar sesuai ide cerita ketika saya umur 25 tahun. Saya ingin nantinya bisa menggambar komik tentang hal-hal lucu yang terjadi di lab saya sehari-hari.

Saya bisa membeli konsol game pertama sendiri, Nintendo Switch, dan mulai banyak main game yang saya ingin mainkan sejak lama atau memang belum pernah dimainkan, ketika saya umur 25 tahun.

Saya bisa bebas membeli dan merakit gunpla ketika saya umur 25 tahun.

Saya mulai menulis blog, hal yang saya ingin lakukan sejak lama (walaupun tulisan saya masih berantakan).

Saya mulai suka jalan-jalan, walaupun masih tidak bisa pergi ke tempat yang terlalu banyak orang. Nantinya, saya ingin membagikan cerita ketika jalan-jalan di berbagai tempat dan mengunjungi berbagai event di Jepang di blog ini, tetapi karena tulisannya pasti sangat panjang, sepertinya akan membutuhkan waktu yang lama.

Saya mulai jago memasak.

Dan masih banyak hal baru lain yang saya mulai coba lakukan.

Sekarang, saya belajar menerima, bahwa ada banyak orang yang bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan mudah (pekerjaan, status, apapun). Bahwa ada banyak orang juga, yang sekeras apapun berusaha, belum bisa mendapatkan apa yang mereka harapkan. Sekarang, yang perlu saya lakukan adalah fokus untuk mencintai diri sendiri, dan keluarga, juga fokus untuk menentukan apa yang ingin saya lakukan. Saya sangat bersyukur, masih diberi kesempatan untuk memperbanyak hobi, mencoba hal baru. Walaupun sebenarnya sangat sibuk, tidak punya waktu sebanyak ketika masih sekolah dulu. Memang kadang sulit untuk memulai melakukan sesuatu, tetapi, setelah berani memulai,  ternyata menyenangkan. Jadi, kapan lagi waktu untuk mencoba hal baru kalau bukan sekarang?


Comments

Post a Comment