Overthinking
2 November 2022
Sudah agak lama sejak saya terakhir menulis di blog,
padahal selalu pengen nulis lagi, topik juga banyak, tapi ga pernah jadi nulis
karena kecapekan atau “tidak ada waktu” (alasan, tehe).
Pada kesempatan kali ini, saya ingin menulis tentang overthinking.
Udah lama ga nulis, ketika muncul tiba-tiba bahasannya mental health,
jauh dari topik biasanya hehehe. Tapi karena tema blognya learning sama sharing,
jadi setidaknya masih masuk tema. Saya ingin menulis tentang overthinking,
karena saya menyadari, saya juga termasuk orang yang overthinking.
Dengan blog ini, siapa tahu saya bisa sekalian share tentang apa itu overthinking,
cerita episode-episode yang saya alami, share tentang bagaimana mulai
menyadari batasan pikiran whether sedang overthinking atau tidak,
mengenali tanda-tandanya, dan akhirnya, tentang bagaimana mengatasi overthinking
tersebut, jika pikiran sudah terjebak. Saya bukan seorang psikolog atau orang
yang ahli tentang hal ini, jadi, feel free untuk memberikan tanggapan
atau saran untuk tulisan saya.
Jadi, apa itu overthinking?
Overthinking itu gampangnya ya kamu kebanyakan
mikir. Tapi karena orang memang biasanya mikir tentang segala hal, baik tentang
tugas sekolah, pekerjaan, keluarga, pacar, udah ngasi makan kucing apa belum,
dll, kita jadi tidak tahu mana yang memang pikiran yang biasa dan mana yang overthinking.
Batasan dimana pikiran tersebut masuk kategori overthinking adalah ketika
suatu pikiran tersebut sampai membuat seseorang jadi gampang lupa, tidak fokus
untuk mengerjakan sesuatu, jadi feels like don’t want to do anything today,
sampai membuat sedih atau takut secara emosional, atau sampai membuat seseorang
merasa “aku mau jadi timun laut aja”. Padahal dia tidak tahu bagaimana
kehidupan seekor timun laut, mungkin bahkan lebih susah hidupnya dibanding
manusia.
Biasanya, overthinking ini disebabkan oleh
salah satu dari dua masalah besar, yaitu kesalahan atau depresi di masa lalu
dan khawatir akan apa yang terjadi di masa depan. Dari hal sepele sekedar salah
ucap atau salah mengatakan sesuatu ketika berbicara kepada orang lain, hingga
hal besar menyangkut pengambilan keputusan tentang memilih perusahaan untuk
bekerja, bagi seseorang yang memiliki masalah overthinking, hal tersebut
dapat mengganggu kehidupan sehari-harinya.
Saya menyadari kalau saya memiliki masalah overthinking
sejak saya menjadi mahasiswa tahun terakhir saat S1. Skripsi yang tidak
selesai-selesai, berkutat pada “apakah saya salah memilih lab ini?”, banyak
muncul kalimat-kalimat “what if” (seandainya saya masuk universitas
lain? Seandainya saya memilih jurusan lain? Seandainya saya memilih lab lain?
Dan seandainya-seandainya lang lain), misal setelah lulus apakah bisa
mendapatkan pekerjaan yang sesuai walaupun lulusnya overtime? membuat
saya jadi punya masalah overthinking parah.
Sekarang bagaimana?
Sudah sekitar enam tahun sejak saat itu, saya sudah
menjadi lebih baik, alhamdulillah. Walaupun kadang masih overthinking,
bedanya saya yang sekarang setidaknya sudah bisa mengenali penyebabnya, bisa
memberi solusi untuk diri saya sendiri dengan lebih tenang, atau langsung minta
bantuan orang terdekat kalau memang sudah parah.
Pada akhirnya, ketika sudah terjebak dalam overthinking,
diri sendiri lah yang bisa mengatasinya. Sekali lagi, saya bukan seseorang yang
ahli dalam masalah ini, tetapi berdasarkan pengalaman ketika overthinking,
berikut hal yang bisa dilakukan.
1. Kenali
batasan
Mengenali batasan antara pikiran biasa dan overthinking
itu penting, karena kalau hanya pikiran biasa yang muncul, kita jadi tidak
perlu khawatir dan tidak perlu memikirkannya hingga berlarut-larut. Seperti
misal bingung nanti mau makan apa, tinggal tentukan pengennya makan apa, atau
sesuaikan dengan bahan apa yang ada di kulkas. Bukan, itu bukan overthinking.
Overthinking adalah misal ketika saya terlanjur marah pada anak lab
gara-gara dia tidak mematuhi peraturan lab, padahal hal yang dia lakukan
membahayakan. Dimarahi oleh saya yang hampir tidak pernah marah dan sering main
dengan anak-anak lab, membuat dia sangat syok.
Terus saya jadi overthinking.
Apakah yang saya lakukan benar?
Nanti kalau enggak diajak main lagi gimana?
Saya gamau dianggap nyebelin kayak sensei…
Begitu.
Tetapi, iya, yang saya lakukan benar. Dan pasti dia
menyadari itu. Lalu, apapun pikiran dia tentang saya, itu diluar kendali saya.
Saya hanya perlu percaya kalau ini memang demi dia, dan anak-anak lain supaya
tidak melakukan kesalahan yang sama. Terus, akhirnya tidak overthinking
lagi.
2. Temukan
penyebabnya
Penyebab overthinking secara umum adalah hal
buruk yang terjadi di masa lalu, atau kekhawatiran berlebih tentang masa depan.
Mengidentifikasi penyebab overthinking ini sangat penting karena setelah
tahu penyebabnya, kita bisa memikirkan solusinya.
3. Tidak
bisa menemukan sebabnya sendiri? Seek help or talk to a person you trust
Kalau memang sudah mentok tidak bisa keluar dari overthinking,
temukan orang terdekat yang bisa dipercaya, lalu coba diajak ngobrol. Pastikan
orang yang kita ajak diskusi adalah orang yang mengenal dan tahu karakter kita,
jadi tidak hanya memberikan support, tapi dia juga bisa memberikan
solusi.
4. Temukan
solusi
Jika penyebab overthinking adalah tiba-tiba ingat kesalahan
atau trauma atau hal memalukan yang terjadi di masa lalu, langsung hentikan
pikiran tersebut sebelum mendramatisir emosi. Terimalah kalau memang hal itu
sudah terjadi, sudah tidak bisa diubah. Pikirkan secara positif bahwa apapun
yang terjadi di masa lalu, baik hal baik maupun hal buruk, adalah untuk kehidupan
yang kita dapat sekarang. Kita bisa jadi diri kita yang sekarang, atau bisa memiliki
kehidupan yang sekarang, karena ada banyak hal terjadi di masa lalu. Percayalah,
kalau kamu percaya adanya Tuhan, semua hal itu adalah skenario Tuhan untukmu.
Dan percayalah, Tuhan pasti memberikan yang terbaik untukmu.
Ketika saya sampai di Jepang untuk kuliah Master, saya
sering terjebak pikiran “seandainya saya lulus lebih cepat, atau seandainya
saya berangkat kuliah Master di Jepang lebih cepat”. Tetapi, justru karena saya
lulusnya overtime, saya bisa satu angkatan dengan teman-teman lab saya
waktu itu. Mereka mengatakan kepada saya kalau mereka bersyukur timeline
mereka overlap dengan saya. Merekalah yang menyembuhkan saya.
Jika penyebab overthinking adalah kekhawatiran
berlebih tentang masa depan, percayalah, semua orang khawatir dengan apa yang
terjadi di masa depan. Tapi, khawatir pun tidak akan merubah apapun. Ada hal
yang bisa kita kendalikan, dan hal yang tidak bisa kita kendalikan. Lakukan hal
yang bisa kita lakukan. Lakukan hal yang memang ada di depan mata. Fokus. Kalau
memang ada hal-hal yang harus direncanakan jauh-jauh hari, pikirkan hal yang
memang itu ada dalam kendali. Kalau memang sudah out of reach, diskusikan
dengan keluarga, orang terdekat, atau yasudah nanti biarkan mengalir saja,
hehe. Tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja kok.
5. Hanya
mendramatisir keadaan dan bukan sebuah masalah yang perlu solusi? Lari
Kalau penyebab overthinking bukan suatu masalah
yang riil, hanya suatu keadaan yang mendramatisir emosi, lari. Lakukan hal yang
ingin dilakukan, buat sibuk diri sendiri, apapun itu. Suka baca buku? Baca
buku. Kamar kotor? Bersih-bersih. Mager? Nonton Netflix, nonton anime, series
atau movie yang ada di watch list. Baca manga yang belum sempat
dibaca. Rakit gundam. Pengen sekalian makan? Masak, atau belajar baking.
Extrovert? Coba pergi ke taman terdekat, tempat-tempat yang mengadakan
event lalu talk to strangers. Ngobrol dengan orang yang enggak dikenal itu
seru lho, bisa menenangkan pikiran, dan merasa kalau oh, dunia itu luas ya,
hehe.
Maafkan tulisan yang sangat panjang ini, semoga bisa sekedar membantu memahami tentang overthinking, tanda-tandanya, dan bagaimana menyikapinya.
Have a bad day? Ini saya kasih fotonya Fanfan dan
Kiki.
Sekian, dan terima kasih!
Comments
Post a Comment