Lagu "Perahu Kertas" untuk Diri Sendiri

 22 Februari 2023

 

Akhir-akhir ini saya sedang feeling down, hingga berefek ke kesehatan saya. Ditambah suhu cuaca yang sangat dingin dan angin kencang, saya jadi gampang kena flu, masuk angin dan sakit kepala.

Semua berawal dari ketika saya yang dengan percaya diri seperti biasanya menyodorkan weekly report hasil kerjaan dan riset selama seminggu kepada Supervisor saya (Prof. T). Diluar dugaan, dia marah-marah. Dibilang riset saya lambat, kalau pacenya seperti ini, saya tidak akan bisa dapat data yang cukup, tidak bisa menulis paper, dan bila papernya kurang, saya tidak bisa lulus.

Saya, manusia kuat ini, yang sudah menahan segala tekanan selama ini, yang punya tembok hati yang kokoh, hancur.

Saya menangis.

Saya orang yang pekerja keras, dan semua member lab tahu kalau saya rajin. Data juga banyak. Tujuan riset paling kelihatan. Punya beasiswa yang paling prestigious. Sudah presentasi di banyak conference, bahkan diundang jadi invited speaker. Dapat award bergengsi.

Terus dimarahi dan dibilang riset saya lambat sampai dibilang tidak bisa lulus?

F**k you.

Mahasiswa internasional yang lain di lab saya bahkan belum punya paper. Kalau saya dibilang tidak bisa lulus, semua mahasiswa doktor di lab saya tidak akan bisa lulus.

Teman-teman dan staff yang tahu tentang masalah saya dimarahi sampai nangis, langsung marah-marah. Well, mereka juga memendam masalah mereka sendiri dengan Pak Bos. 

Pak Bos sangat moody, dan punya kebiasaan kalau sedang enggak mood, mencari target yang mudah untuk dimarahi. Yang unfair adalah, dia bilang sendiri kalau marah ke orang yang rajin dan berprestasi biar orang tersebut bisa naik level, tapi tidak mau memarahi orang yang malas karena dia merasa buang-buang waktu.

 like, what?

Sebenarnya lab kami sedang chaos. Karena anak-anak yang mau lulus sangat egois, hanya mementingkan diri sendiri. Mereka lalai dari tugas piket lab, bahkan tidak mengikuti aturan working hour lab kami. Selain itu, anak-anak mahasiswa dari negara X juga banyak membuat masalah, yang menyebabkan semua member enggak suka sama mereka.

Dari masalah kecil, yang jadi banyak, bikin butterfly effect ke perubahan moodnya Pak Bos, dan pelampiasan moodnya ke anak-anak yang tidak bersalah dan rajin. Jadi korbannya bukan hanya saya, tetapi salah satu staff dan satu mahasiswa Jepang yang lain, yang sampai nangis ketika diskusi sama Pak Bos.

Balik lagi ke masalah saya. Saya syok, setelah semua yang saya lakukan dan saya capai, walaupun saya melakukannya demi diri saya sendiri, saya tidak dihargai.

Apalagi sampai dibilang kalau tidak bisa lulus. It's a taboo words yang seharusnya tidak pantas diucapkan kepada mahasiswa. Saya memutuskan untuk reservasi dokter mental health universitas, tapi ketika sedang diskusi dengan sekretaris lab mengenai jam praktik dokternya, ketahuan oleh Pak Bos.

Terus Pak Bos minta maaf, karena tahu kalau keadaan saya sedang tidak baik-baik saja, gara-gara dia. Dan dia menjelaskan kalau sebenarnya maksudnya bukan seperti itu, dan menjelaskan kalau paper itu reviewnya lama jadi harus segera submit dan untuk submit harus punya data.

Ternyata, Pak Bos mengincar jurnal dengan impact factor yang tingginya masya Allah, dan belum pernah publish di sana sejak lab ini berdiri.

Ya itu urusan anda, monggo. Saya mah jurnalnya yang high end tapi enggak tinggi-tinggi amat juga tidak apa-apa yang penting lulus. Yang kemarin juga sudah high end.

Lagipula, saya selama setahun ketika Doktor tahun pertama, risetnya yang pacenya lambat, padahal juga sudah mengumpulkan laporan tiap minggu, sudah presentasi interim report tiap semester. Kenapa baru akhir-akhir ini disuruh mempercepat pace?

Kenapa enggak dari awal tahun pertama dicicil gitu, biar enggak nge-deadline?

Jawabannya adalah, Pak Bos keteteran gara-gara kebanyakan nerima mahasiswa dari negara X, yang bahkan enggak bisa apa-apa, yang bandel, yang bikin masalah terus. Lab membernya kebanyakan, tapi staffnya kurang. Sampai saya yang mahasiswa ini udah dianggap staff sama anak-anak karena ikutan ngajarin dan dipanggil sama mereka kalau ada apa-apa. Kerjaan nambah, tapi kerjaan sebagai mahasiswa juga tetap tidak berkurang. Rasanya pengen bisa Kagebunshin no jutsu.

Setelah saya nangis ketika dimarahi, Pak Bos selalu, iya, selalu nyamperin saya tiap hari, baik ketika sedang eksperimen maupun ketika sedang di ruang staff/mahasiswa. Topik pembicaraannya enggak penting, dan sok-sokan perhatian nanyain keadaan saya, terus bilang kalau sedang tidak sehat boleh libur. Pengen libur, tapi kalau libur kerjaan tidak akan selesai, ujung-ujungnya pasti dimarahi karena “lambat”.

ANNOYING.

UZAI MAJIDE.

Just leave me alone. Biarkan saya eksperimen dan kerja dengan tenang. 

Hal ini masih terjadi hingga hari ini, yang paginya Pak Bos marah-marah karena data saya dari eksperimen hari kemarin belum ada di Lab Notes (yaiyalah eksperimen baru kemarin ya belum ada lah, ntaran), lalu siangnya moodnya seneng banget ngingetin saya bulan April akan ada interim report buat anak Doktor se-Departemen, bilang kalau anak Doktor lab lain hebat-hebat, tapi saya lebih hebat, begitu. Pada akhirnya, saya  dijadikan alat pamer ke Prof lab lain.

SAITE.

Moodnya roller coaster banget anjir.

Saya yang enggak kuat di-stalker-in, langsung pulang tanpa memberitahu member lain dan Pak Bos. Saya juga sudah reservasi dokter kesehatan mental universitas, setidaknya supaya saya bisa mengendalikan diri saya, tahu apa yang harus dilakukan untuk bisa bertahan, setidaknya sampai lulus.

Saya capek. Yang membuat saya bertahan di sini adalah teman-teman dan staff yang orang Jepang. Kami saling support satu sama lain ketika ada yang dimarahi, padahal semuanya bekerja keras. 

Tapi kami manusia, ada batasnya juga. 

Kami semua lelah.

Setelah sampai di rumah, ketika sedang scrolling, tiba-tiba ada yang share lagu perahu kertas, tapi dibawakan oleh Tulus.

Begini liriknya,

 

Perahu kertasku 'kan melaju

Membawa surat cinta bagimu

Kata-kata yang sedikit gila

Tapi ini adanya

Perahu kertas mengingatkanku

Betapa ajaib hidup ini

Mencari-cari tambatan hati

Kau sahabatku sendiri

 

Hidupkan lagi mimpi-mimpi (Cinta-cinta)

Cita-cita (Cinta-cinta)

Yang lama kupendam sendiri

Berdua 'ku bisa percaya

 

'Ku bahagia

Kau telah terlahir di dunia

Dan kau ada

Di antara milyaran manusia

Dan 'ku bisa dengan radarku

Menemukanmu

 

Tiada lagi yang mampu berdiri

Halangi rasaku

Cintaku padamu

 

'Ku bahagia

Kau telah terlahir di dunia

Dan kau ada

Di antara milyaran manusia

Dan 'ku bisa dengan radarku

Menemukanmu

Ini link youtubenya

https://youtu.be/o4dJGT7S9Jc

Diri saya seolah ikut bernyanyi, bukan untuk siapapun, untuk diri saya sendiri.

Hidupkan lagi mimpi-mimpi (Cinta-cinta)

Cita-cita (Cinta-cinta)

Yang lama kupendam sendiri

Berdua 'ku bisa percaya

Seolah memberitahu saya, kalau saya hanya perlu percaya. 

Percaya, sama diri sendiri.

Percaya, kalau semua ini akan ada hasilnya.

Percaya, kalau punya mimpi dan cita-cita itu enggak dosa.

Percaya, katanya pengen makein toga doktor ke Bapak Ibu, pengen maksa Bapak, Ibu, Dik Nia bikin paspor, bikin visa, datang ke Jepang.

Iya, percaya.

 

 

 

 

 

 

 

Maafkan saya yang nulis panjang tapi malah nge-rant.

 

Masalah memang ada di mana-mana, baik memilih untuk bekerja maupun studi lanjut. Tapi, beneran deh, studi doktor bukan untuk orang lemah. Jadi, masih pengen studi lanjut sampai doktor??

 

Hehe.

 

 

Comments